Sebagai HUWA ( DIA ) adalah DZAT WAJIBUL WUJUD, wajib adanya dan MUMKINU WUJUD mungkin adanya, tersembunyi dalam KEILAHIAN (ULUHIIYYAH) disebut NUQOT GHOIB (BIJI YANG SAMAR).
TIADA DIA MELAHIRKAN DAN TIADA JUGA DIA DILAHIRKAN
(AL IKHLAS 112 : 3).
DIA YANG AWAL DAN DIA YANG AKHIR, DIA YANG DHOHIR DAN DIA YANG BATHIN (AL HADID 57 : 3).
DIA sebagai dzat yang tanpa kwalitas (TANZIIH) dan DIA juga berkwalitas (TASBIH). LAESA KAMITSLIHI SYAI’UN WAHUWASSAMI’UL BASHIR : TAK SERUPA DENGAN APAPUN adalah Dzat tanpa kwalitas, DIA YANG MAHA MENDENGAR DAN MAHA MELIHAT adalah berkwalitas (ASY SYURA 42 : 11).
SUBHANAHUU WATA’AALA AMMAA YASHIFUUN : DIA MAHA SUCI, DIA MAHA TINGGI DI ATAS SEGALANYA (AL AN’AM 6 : 100).
Dia Dzat Yang Maha luas tanpa keterbatasan Asma dan Sifat, tanpa keterbatasan Ruang dan Waktu, karena memang belum ada ruang dan waktu, belum ada Al Kitab, belum ada Al Qur’an dan hadits, belum ada aksara dan suara apapun… Tidak ada apa-apa di SisiNya. Kosong… Hampa…
Dalam keheningan, rasakan keberadaanNya dalam nurani yang bening…
DIA ADA DAN TAK ADA APA-APA DISAMPINGNYA (HADITS).
Dia adalah dzat mutlak tanpa bentuk, tidak bisa ditanggapi oleh siapapun, tidak terpikirkan oleh akal, tak terbayangkan dan tidak bisa diketahui oleh panca indera. Dia diluar jangkauan konsepsi (transendensi). Dia Dzat Awal adalah MAHA SUCI dari segala sifat yang baru. Walaupun demikian Dzat mutlak ini akan menampakan diri, keluar dari kemurniannya melalui proses penurunan martabat yang disebut proses Tanuzzullat ( Proses emanasi ), disebut sebagai teori panteisme atau neoplatonisme. Konon kabarnya berasal dari filsafat monisme ajaran hindu.
TIADA DIA MELAHIRKAN DAN TIADA JUGA DIA DILAHIRKAN
(AL IKHLAS 112 : 3).
DIA YANG AWAL DAN DIA YANG AKHIR, DIA YANG DHOHIR DAN DIA YANG BATHIN (AL HADID 57 : 3).
DIA sebagai dzat yang tanpa kwalitas (TANZIIH) dan DIA juga berkwalitas (TASBIH). LAESA KAMITSLIHI SYAI’UN WAHUWASSAMI’UL BASHIR : TAK SERUPA DENGAN APAPUN adalah Dzat tanpa kwalitas, DIA YANG MAHA MENDENGAR DAN MAHA MELIHAT adalah berkwalitas (ASY SYURA 42 : 11).
SUBHANAHUU WATA’AALA AMMAA YASHIFUUN : DIA MAHA SUCI, DIA MAHA TINGGI DI ATAS SEGALANYA (AL AN’AM 6 : 100).
Dia Dzat Yang Maha luas tanpa keterbatasan Asma dan Sifat, tanpa keterbatasan Ruang dan Waktu, karena memang belum ada ruang dan waktu, belum ada Al Kitab, belum ada Al Qur’an dan hadits, belum ada aksara dan suara apapun… Tidak ada apa-apa di SisiNya. Kosong… Hampa…
Dalam keheningan, rasakan keberadaanNya dalam nurani yang bening…
DIA ADA DAN TAK ADA APA-APA DISAMPINGNYA (HADITS).
Dia adalah dzat mutlak tanpa bentuk, tidak bisa ditanggapi oleh siapapun, tidak terpikirkan oleh akal, tak terbayangkan dan tidak bisa diketahui oleh panca indera. Dia diluar jangkauan konsepsi (transendensi). Dia Dzat Awal adalah MAHA SUCI dari segala sifat yang baru. Walaupun demikian Dzat mutlak ini akan menampakan diri, keluar dari kemurniannya melalui proses penurunan martabat yang disebut proses Tanuzzullat ( Proses emanasi ), disebut sebagai teori panteisme atau neoplatonisme. Konon kabarnya berasal dari filsafat monisme ajaran hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar